Jelaskan Sistem Pemerintahan Pada Masa Kerajaan Islam Di Indonesia
Buku Terkait Kerajaan Islam di Indonesia (Nusantara)
Genealogi Kerajaan Islam Di Jawa
Buku ini menyajikan sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa dari masa Hindu-Buddha hingga peralihan ke masa Islam. Titik fokus yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana terjadinya transformasi politik dan religius dari kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha menuju kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
Dengan gaya bahasa yang populer, buku ini bermaksud memberikan penjelasan ringan dan mudah dipahami tentang peralihan peradaban di Jawa pada masa lalu.
Kerajaan Gowa Tallo
Sesuai namanya, Kerajaan Gowa Tallo sebenarnya memang terdiri atas dua kerajaan yang menjalin persatuan atau persekutuan. Persatuan dua kerajaan besar di wilayah Sulawesi ini kemudian memberikan dampak yang begitu besar.
Kerajaan Gowa sendiri menguasai wilayah dataran tinggi, adapun untuk wilayah Tallo menguasai daratan pesisir. Pengaruh yang cukup kuat menjadikan dua persekutuan kerajaan ini sebagai kerajaan yang sangat berpengaruh pada jalur perdagangan di wilayah timur tanah air. Sejarah juga menyebutkan jika kerajaan Gowa Tallo ini telah berdiri sejak sebelum Islam masuk ke wilayah Sulawesi atau lebih tepatnya sekitar tahun 13 Masehi.
Kerajaan ini akhirnya bergabung menjadi bagian dari NKRI pada tahun 1946 dengan Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin sebagai raja terakhirnya.
Bila dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di wilayah Sulawesi, kerajaan Bone termasuk kerajaan yang cukup kecil. Karena posisinya sebagai kerajaan kecil maka saat itu kerajaan Bone sangat dipengaruhi oleh Kerajaan Gowa dan Tallo.
Kekuatan kerajaan Gowa Tallo memang sangat besar pada setiap kerajaan-kerajaan kecil kala itu. Oleh sebab itu, karena pengaruh dari kerajaan Gowa Tallo ini maka kerajaan Bone pun akhirnya menjadikan kerajaannya sebagai kerajaan yang bercorak Islam.
Agama Islam ini sendiri masuk ke kerajaan Bone pada masa pemerintahan Raja Bone XI atau sekitar tahun 1611 Masehi. Setelah itu, agama Islam pun makin tersebar karena dapat diterima dengan baik oleh masyarakat di wilayah kekuasaan kerajaan Bone.
Kerajaan Konawe berada di wilayah Sulawesi Tenggara. Sebelum bercorak Islam, kerajaan ini awal mulanya merupakan kerajaan bercorak Hindu. Akan tetapi, seiring berkembangnya agama Islam di Konawe, sekitar tahun 18 Masehi, kerajaan Konawe pun secara perlahan mulai mengalami perubahan sistem pemerintahan dan pada akhirnya juga masuk menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beberapa kerajaan yang telah disebutkan di atas merupakan sejumlah kerajaan Islam yang paling Berjaya di wilayah Sulawesi di masa lalu. Meskipun beberapa di antaranya ada yang telah runtuh akan tetapi beberapa kerajaan juga telah menjadi peninggalan budaya yang patut untuk tetap dijaga.
Sejumlah kerajaan Islam di wilayah Sulawesi ini menjadi bukti yang kuat bahwa pengaruh Islam di Sulawesi memang sangat berkembang dengan pesat. Ketika beberapa kerajaan masih memegang corak Hindu Budha, secara pelan tapi pasti, penyebaran agama Islam di Sulawesi mengambil alih corak Hindu Budha menjadi kerajaan yang bercorak Islam.
Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon masuk sebagai kesultanan Islam ternama di wilayah Jawa Barat sekitar abad ke 15 dan 16 masehi. Wilayah Cirebon juga masuk dalam area strategis jalur perdagangan antar pulau.
Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Sebelum mendirikan kerajaan Cirebon, Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam terlebih dahulu di Tanah Pasundan. Beliau juga berkelana ke Mekkah dan Pasai. Sunan Gunung Jati juga berhasil menghapus kekuasaan kerajaan Padjajaran yang saat itu masih bercorak Hindu.
Kerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur
Kesultanan ini didirikan pada tanggal 7 Februari 1621 Masehi. Masuknya Islam di kerajaan Bima diawali ketika pada tahun 1540 Masehi para mubalig dan pedagang dari Kesultanan Demak datang dan menyebarkan Islam.
Penyebaran Islam terus berlanjut dan diteruskan oleh Sultan Alauddin sekitar tahun 1619. Beliau mengirimkan para mubalig dari Kesultanan Luwu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Bone.
Kerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur
Kesultanan ini didirikan pada tanggal 7 Februari 1621 Masehi. Masuknya Islam di kerajaan Bima diawali ketika pada tahun 1540 Masehi para mubalig dan pedagang dari Kesultanan Demak datang dan menyebarkan Islam.
Penyebaran Islam terus berlanjut dan diteruskan oleh Sultan Alauddin sekitar tahun 1619. Beliau mengirimkan para mubalig dari Kesultanan Luwu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Bone.
Kesultanan Cirebon
Pendiri Kerajaan Cirebon adalah Pangeran Walangsungsang yang bergelar Cakrabuana. Akan tetapi, yang berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi Kesultanan adalah Syarif Hidayatullah.
Syarif Hidayatullah adalah keponakan sekaligus pengganti Pangeran Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon. Ia juga pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan Kerajaan Banten. Ia aktif pula menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Barat. Syarif Hidayatullah (1448-1568) pun dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati setelah wafatnya.
Perkembangan pesat Cirebon ada di bawah kekuasaan Syarif Hidayatullah. Kala itu, Cirebon dengan dukungan tentara Demak, yang dipimpin oleh panglima Fatahillah membebaskan seluruh pantai utara Jawa Barat, termasuk Banten. Fatahillah juga berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa yang kemudian berganti nama menjadi Jayakarta.
Fatahillah dikukuhkan menjadi bupati Jayakarta dan anak Syarif Hidayatullah bernama Hasanuddin diangkat menjadi penguasa di Banten. Cirebon pun semakin kuat dengan wilayah Banten dan Jayakarta yang berada di bawah kekuasaannya.
Keruntuhan kesultanan ini disebabkan campur tangan VOC yang membagi Cirebon menjadi tiga kekuasaan, yakni Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Pada akhirnya, VOC berhasil menguasai Cirebon.
Raja pertama Banten adalah Hasanuddin (1527-1570), anak Syarif Hidayatullah. Kekuasaan Kerajaan Banten cukup luas, mencakup Lampung hingga Bengkulu. Pangeran Yusuf yang merupakan putra Hasanuddin pun menggantikan ayahnya sebagai raja di Banten.
Penguasa Banten diteruskan oleh keturunan Hasanuddin. Saat Sultan Abdulfatah atau yang lebih dikenal Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682) berkuasa, ia sangat anti kekuasaan asing. Ia pun melakukan perlawanan terhadap VOC di Batavia.
Sayangnya, perselisihan di lingkungan istana membuat Banten mengalami kemunduran pada masa akhir pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Kebencian Sultan Ageng terhadap VOC juga ditentang Sultan Haji sebagai raja muda.
VOC kemudian memanfaatkan kondisi tersebut dan membantu Sultan Haji untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Usai Sultan Ageng turun tahta, kekuasaan VOC justru makin kuat di Banten dan kerajaan itu pun runtuh.
Buku Terkait Kerajaan Islam di Indonesia (Nusantara)
Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon masuk sebagai kesultanan Islam ternama di wilayah Jawa Barat sekitar abad ke 15 dan 16 masehi. Wilayah Cirebon juga masuk dalam area strategis jalur perdagangan antar pulau.
Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Sebelum mendirikan kerajaan Cirebon, Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam terlebih dahulu di Tanah Pasundan. Beliau juga berkelana ke Mekkah dan Pasai. Sunan Gunung Jati juga berhasil menghapus kekuasaan kerajaan Padjajaran yang saat itu masih bercorak Hindu.
Kerajaan Tanjungpura
Salah satu kerajaan tertua di Kalimantan Barat ialah Kerajaan Tanjungpura atau sering juga disebut dengan Tanjompura. Kerajaan ini telah mengalami beberapa kali perpindahan ibu kota kerajaan.
Awalnya ibu kota kerajaan terletak di Negeri Baru atau di Kabupaten Ketapang saat ini, setelah itu berpindah lagi ke wilayah Sukadana yang menjadi Kabupaten Kayong Utara. Kemudian, di abad ke 15 Masehi berubah nama menjadi Kerajaan Matan ketika Rajanya Sorgi atau Giri Kesuma masuk Islam.
Kerajaan Landak atau dikenal juga dengan Kerajaan Ismahayana landak ialah sebuah kerajaan yang berada di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Kerajaan Landak ini sendiri memiliki kronik sejarah yang cukup panjang. Beberapa sumber tertulis mengenai kerajaan ini memang cukup terbatas.
Namun, berbagai bukti arkeologis berupa bangunan istana kerajaan atau keraton hingga berbagai atribut-atribut kerajaan yang masih bisa dilihat hingga saat ini menjadi bukti eksisnya kerajaan ini. Menurut sejarah kerajaan Landak ini juga terbagi menjadi dua fase yang bertema ialah masa kerajaan bercorak Hindu dan kemudian menjadi kerajaan bercorak Islam yang telah dimulai sekitar tahun 1257 M.
Kerajaan Islam ini terletak di kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Tayan, Provinsi Kapuas Raya. Pendiri dari kerajaan Tayan ialah Putra Brawijaya yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Beliau bernama Gusti Likar atau sering juga disebut dengan Lekar.
Gusti Lekar ini sendiri merupakan anak kedua dari Panembahan Dikiri yang merupakan Raja Matan. Anak pertama dari Panembahan Dikiri bernama Duli Maulana Sultan Muhammad Syarifuidin yang kemudian menggantikan ayahnya sebagai Raja Matan.
Sultan Muhammad Syarifudin ini sendiri merupakan Raja pertama yang masuk Islam berkat jasa tuan Syech Syamsuddin. Beliau kemudian mendapatkan hadiah berupa sebuah Qur’an kecil serta sebentuk cincin bermata jamrud merah yang didapatkan langsung dari Raja Mekkah.
Sebelumnya Kesultanan Paser disebut sebagai Kerajaan Sadurangas yang merupakan sebuah kerajaan yang berdiri sekitar tahun 1516. Saat itu kerajaan dipimpin oleh seorang Ratu yang bernama Putri Di Dalam Petung.
Sebelum Ratu menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya, Putri Petong masih menganut ajaran animisme atau kepercayaan menyembah roh-roh halus. Lewat jalur perkawinan antara Ratu Petong dan Abu Mansyur Indra Jaya, Kesultanan Panser mulai memeluk Islam. Selain itu, jalur perdagangan yang berasal dari berbagai pedagang muslim juga berperan besar tersiarnya agama Islam di Kesultanan Paser.